Senin, 02 November 2009

Ust. Anis Matta Bicara Soal Uang 2

Sekali main, dia biasanya bisa rugi sampai 5 juta dollar, meskipun kadang-kadang untung 8 juta dollar. Sekali waktu mereka main ke sana, sudah beberapa hari kangen dengan Nasi Padang. Dia bilang ke pilotnya tolong ke Singapore beli Nasi Padang terus balik lagi ke London. Begitulah cara mereka menggunakan uang. Kalaupun orang kaya itu muslim, tidak berjudi, tapi dia tidak punya visi dakwah dan tidak hidup untuk satu misi besar dalam hidupnya, dia pasti akan menggunakan uangnya untuk kesenangan pribadi, seperti perhiasan dan seterusnya.

Saya punya kawan, kalau dia pakai seluruh perhiasannya kira-kira sekitar 2 juta dollar di badannya, cincinnya 1 juta dollar. Mobilnya 1/2 juta dollar, jam tangannya bisa sampai 2 milyar. Adalagi temannya kira-kira punya 200-an jam tangan. Sebuah jam tangan itu harganya kira-kira 2 milyar.
Lebih buruk lagi, kadang-kadang orang kaya yang tidak baik memakai uangnya untuk memerangi kebaikan. Itulah yang terjadi ketika orang-orang Yahudi memegang kendali keuangan dunia.
Maka dari itu, menjadi kaya itu bagi kita adalah satu keharusan, untuk mengembalikan keseimbangan sosial, kehidupan di tengah-tengah kita.

Ketiga, terlalu banyak perintah syariah yang hanya bisa dilaksanakan dengan uang. Antum lihat 5 rukun Islam. Syahadat tidak pakai uang, sholat tidak pakai uang, puasa tidak pakai uang tapi zakat dan haji pakai uang. Kalau 200 ribu orang umat Islam Indonesia tiap tahun pergi haji. Rata-rata mengeluarkan 5000 dollar, coba antum kalikan berapa banyaknya uang yang beredar untuk melaksanakan satu ibadah. Belum lagi jihad. Jadi, kita tidak bisa berjihad kecuali dengan uang. Misalnya kita di lndonesia sekarang mau pergi ke Palestina untuk pergi perang, tenaga kita tidak diperlukan karena tenaga sudah cukup dengan ada yang disana. Rasul mengatakan, “Siapa yang menyiapkan seorang bertempur maka dia juga sudah dapat pahala perang”.

Jadi, banyak sekali perintah-perintah Islam yang memerlukan uang. Waktu Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, di antara hadits-hadits pertama yang beliau sampaikan pada waktu itu adalah “Afsussalam wa ath’imu tho’am”. Jadi mentraktir itu tradisi nabawiyah. Sering-seringlah mentraktir karena itu perintah Nabi, dan ini turunnya di Madinah pada saat menjelang mihwar daulah. Kira-kira di jaman kita inilah, di mihwar dakwah kita sekarang.

Washilul arham dan sambung tali shilaturahim. Antum akan melihat nanti di akhir penjelasan saya nanti bahwa ciri-ciri orang maju itu salah satunya adalah kalau belanjanya dalam 3 hal lebih besar daripada belanja kebutuhan lauk-pauknya, salah satunya belanja komunikasi. Jadi, kalau biaya pulsa kita tinggi itu indikator yang baik, itu artinya silaturahim kita jalan. Jangan missed call, suruh orang telpon balik.

Keempat, karena harta itu adalah hal-hal yang dibangga-banggakan oleh manusia sehingga menentukan strata sosial. Antum akan lebih berwibawa dan didengar orang kalau punya uang. Apabila tidak punya uang, biasanya kita juga biasanya jarang didengar oleh orang. Misalnya dalam keluarga. Antum bersaudara ada 7 orang. Kalau kontribusi finansial antum dalam keluarga itu tidak banyak dan
bila antum satu-satunya da’i dalam keluarga, dakwah antum juga kurang didengar oleh keluarga. Karena di samping ingin mendengarkan nasihat yang baik orang juga ingin mendapatkan uang yang banyak. Hadiah-hadiah pada hari lebaran, infaq-infaq dan seterusnya dan itu biasanya melancarkan dakwah kita.

Saya hadir pada suatu waktu di sidang Ikatan Anggota Parlemen Negara-negara OKI. Setiap kali ada waktu bertanya, yang paling pertama diberi kesempatan bertanya itu utusan dari Arab Saudi, sedangkan utusan dari negara miskin seperti Maroko atau Tunisia biasanya tidak dapat giliran, kalau bukan sendiri yang angkat tangan. Masalah harta ternyata juga berpengaruh pada hal-hal seperti itu.Pada tahun 1994 saya ke Jerman. Dua tahun baru selesai kuliah, di sana saya bertemu dengan salah seorang ikhwah pengusaha yang punya beberapa supermarket di sana. Dia datang menemui saya memakai Mercy. Saya protes kepada dia dengan semangat dakwah dan jihad, antum itu tega pakai Mercy, saudara-saudara
antum di Palestina di sana masih berjuang, antum hidup di Jerman ini pakai Mercy bagaimana ceritanya. Dia bilang nanti saya jelaskan, antum ikut saya saja dulu. Saya diajak keliling supermarketnya dulu.

Orang itu memang kaya. Sudah keliling dia bilang, di Jerman ini kalau kau ingin ketemu seorang direktur, begitu kamu parkir mobil, nanti direktur itu suruh sekretarisnya tengok dia itu pakai mobil apa. Jika kau tidak pakai Mercy nanti sekretarisnya bilang direktur sedang tidak ada. Kalau kau pakai Mercy kau disambut baik-baik oleh mereka. Mercy ini wajib di sini.

Itu hal-hal yang dibangga-banggakan oleh manusia. Dan itu berkali-kali disebutkan dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu sebagai Muslim saya ingin didengarkan orang, apalagi kita sebagai da’i kita perlu punya wibawa di depan orang. Sebagian dari wibawa itu juga dibentuk oleh kondisi finansial kita.

Ulama-ulama kita juga meriwayatkan bahwa ternyata di antara hal-hal yang disenangi oleh wanita kepada laki-laki salah satunya adalah uangnya. Perempuan itu katanya menyenangi pada laki-laki kalau dia lebih pintar daripada si perempuan, kalau dia lebih kaya daripada perempuan, lebih kuat daripada perempuan. Dan kepemimpinan itu kan diberikan kepada laki-laki salah satu sebabnya karena kewajiban memberlkan nafkah itu. Kalau kita ingin berwibawa di depan istri tolong kewajibannya ditunaikan dengan sempurna. Itu akan menaikkan wibawa kita depan Istri.

Seorang istri itu tidak hanya membutuhkan seorang suami yang romantis tapi juga seorang suami yang romantis realistis. Ada seorang akhwat berkata kepada saya, saya sebenarnya tidak materialistis tapi
masalahnya kita realistis karena kita tidak bisa hidup tanpa materi. Dan kalau materi kita sedikit maka hidup kita juga tidak akan nyaman. Sedikit banyak itu juga penting.

Kelima, harta itu salah satu sebab yang dapat membuat orang itu bisa bahagia di dunia. Jangan lagi pernah bilang “biar miskin asal bahagia.” Sekarang perlu kita balik, “biar kaya asal bahagia.”

Saya ingat guru saya waktu SD selalu mencari kamuflase bahwa walaupun kita miskin tetap bisa bahagia. Memang bisa, tapi susah. Adalagi yang bilang “Uang tidak bisa membeli cinta”. Memang tidak bisa, tapi kalau kita jatuh cinta dan punya uang itu lebih enak.

Rasulullah SAW realistis sekali ketika dia mengatakan bahwa di antara yang membuat orang itu bahagia adalah pertama, Istri yang sholehah. Kedua, rumah yang luas, dalam hadits lain disebutkan kamar-kamarnya banyak. Menurut Syeikh Qordlowy yang disebut kamar-kamar itu minimal enam kamar. Satu buah kamar untuk suami istri, sebuah kamar untuk anak laki-laki, sebuah kamar untuk anak perempuan, sebuah kamar untuk pembantu, dua buah kamar lainnya untuk kerabat suami dan istri yang datang menginap di rumah. Itu 6 kamar tidak termasuk dapur, ruang makan, ruang keluarga, ruang tamu, perpustakaan keluarga dan musholla. Kelanjutan dari hadits itu, dan kendaraan yang nyaman. Antum perhatikan Rasulullah mengatakan rumah dan kendaraan. Rumah itu adalah indikator stabilias, kendaraan itu adalah indikator mobilitas.

Rasulullah mengatakan kendaraan yang nyaman bukan sekadar kendaraan. Naik angkot itu juga kendaraan tapi belum tentu nyaman, tapi kalau ada sedan yang empuk sehingga kita bisa rehat, itu lebih bagus. Pulang mengisi Liqa’ kalau kendaraannya nyaman kan sedikit mengurangi kelelahan. Itu juga perlu garasi. Jika suaminya pengurus DPW, istrinya pengurus DPW, maka masing-masing perlu kendaraan juga. Kalau anaknya 7 siapa yang antar anaknya sekolah, jadi minimal perlu 3 mobil.
Waktu saya tidak punya mobil, saya punya motor. Anak saya sekolah
di Al-Hikmah, jadi kalau pulang diantar sama keponakan saya, anak saya
diikat, takut kalau tidur sewaktu-waktu bisa jatuh dari motor.
Saya bilang saya dosa kalau anak saya sampai meninggal. Akhirnya saya
menelepon teman saya, "Tolong sediakan mobil untuk saya." Itulah pertama
kali saya punya mobil. Dosa kita, kasihan anak itu jatuh dari motor.
Setengah mati kita pupuk-pupuk, kita lahirkan dengan baik, tapi mati
karena kecelakaan begitu.Kalau suaminya pengurus DPW dan istrinya aktif di
Salimah atau di Pos Wanita Keadilan, kan perlu mobilitas juga. Masa
suaminya pergi pakai mobil, sedangkan istrinya pergi rapat ke mana-mana
sambil gendong anak. Dia sudah hamil 9 bulan, merawat anak, malam tidak
tidur. Kita zhalim juga terhadap istri kalau kita tidak memberikan hal-hal
yang membuat dia nyaman dalam kehidupan. Untungnya waktu kita menikah dulu
banyak akhwat kita yang tidak tahu hadits ini. Padahal dalam banyak
pendapat di berbagai mazhab misalnya di madzhab Imam Syafi'i, apalagi Imam
Malik, kewajiban wanita itu yang sebenarnya hanya melayani suami dan
mendidik anak, sedangkan pekerjaan rumah tangga, mencuci dan seterusnya,
itu tidak termasuk dalam kewajiban wanita.Qiyadah- qiyadah akhwat
mengikuti daurah tingkat nasionat kemarin di Jakarta. Coba bayangkan
akhwat-akhwat kita sebagian besar sarjana. Waktu kuliah dia direkrut kan
salah satu alasannya karena dia anashirut taqyir dan otaknya brilian.
Banyak akhwat kita Indeks Prestasinya 4,1, begitu 10 tahun menikah, dia
sudah tidak nyambung lagi dengan suaminya kalau bicara, karena dia
mengalami stagnasi intelektual. Tiba-tiba dia mengerjakan semua pekerjaan
pembantu rumah tangga, dia melahirkan juga, melayani suami juga, memasak
juga, mencuci juga dan kadang-kadang kita terbawa oleh romantika
perjuangan, rasanya heroik melihat istri mencuci, suami pulang dakwah
dalam keadaan lelah, istri di rumah mencuci, mengepel lantai.
Sepuluh tahun kemudian kita di elus-elus oleh istri, kita pikir sedang di
pijiit, padahal hanya di elus-elus karena tangannya dipakai untuk mencuci,
jadi tangannya sudah bukan tangan ratu. Sementara suami pegang pulpen,
pegang kertas karena sibuk mengisi halaqah, sedangkan pekerjaan yang
kasar-kasar dikerjakan oleh istri. Sudah saatnya pekerjaan-pekerjaan
begitu kita delegasikan kepada mesin, jangan buang waktu di dapur, di
tempat mencuci, delegasikan kepada mesin. Kita ini orang-orang pilihan
dari umat kita. Berapa banyak orang yang sarjana di negeri ini, sedikit.
Makanya kalau Capres syaratnya S-2 calonnya juga nanti sedikit. Saya tidak
setuju kalau capres itu syaratnya S-1, tamat SD pun bisalah. Sebagian
besar orang ikut. Jadi yang bisa merasakan pendidikan tinggi itu barang
elit di negeri ini.Jadi kalau akhwat kita yang sarjana itu setelah nikah
disuruh jadi pembantu rumah tangga atas nama kesetiaan, ketaatan, cinta
dan sejenisnya maka kita telah berbuat zalim terhadap SDM kita sendiri.
Mungkin akhwat kita itu sabar-sabar, dia menerima keadaan.
Tetapi walaupun dia menerima keadaan kita kehilangan potensi, kita
kehilangan umur-umur terbaik.Sebenarnya kaiau dipacu untuk dakwah, untuk
kepentingan lebih besar, lebih strategis, faedah yang didapatkan pun akan
jauh lebih besar. Waktu kita ini tidak akan cukup mengerjakan hal-hal
tersebut, maka belilah waktu orang lain. Hitung-hitung kalau beli tenaga
pembantu kita buka lapangan kerja, kita bukan hanya mendelegasikan
pekerjaaan kita juga buka pekerjaan bagi orang lain.Kira-kira itulah 5
alasan mengapa kita itu perlu kaya. Memang, walaupun kita miskin kita
masih bisa bahagia, tapi itu jauh lebih susah. Bahkan terkadang kekayaan
itu lebih mendekatkan orang kepada Allah SWT dibanding kemiskinan.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com